Konon, Raja Terubuk di Gunung Ledang, jatuh hati kepada putri
Puyu karena kecantikannya. Sang raja pun memerintahkan pasukannya
meminang sang putri yang mendiami tasik (danau) di pedalaman hutan
Tanjung Padang. Pasukan ikan terubuk akhirnya tidak berhasil meminang,
karena alam yang berbeda. Ikan terubuk hidup di laut, sedangkan putri
Puyu tinggal di tasik air tawar. Sebab itulah, di laut Tanjung Padang
banyak ikan terubuknya.

Hasan Arif
ITULAH sepenggal cerita yang disampaikan Hasan Arif, 71, tokoh
masyarakat Tanjung Padang yang turut menemani tim Disparpora Kepulauan
Meranti yang dipimpin Sekretaris Ismail Arsyad dan Mahasiswa Sekolah
Tinggi Pariwisata Bandung, saat mengunjungi Tasik Putri Puyu di Pulau
Padang, akhir April lalu. Legenda ini telah menyatu dalam kehidupan
masyarakat setempat. Memang bila dilihat dari udara, danau atau Tasik
Putri Puyu berbentuk ekor ikan.
Tasik Putri Puyu, berada di Desa Tanjung, Pulau Padang, bagian barat
Kepulauan Meranti. Menuju pulau ini, bisa ditempuh 3 jam perjalanan dari
Pelabuhan Selat panjang menggunakan speed boat. Ditemani Kepala Abu
Sofyan, kami pun melanjutkan perjalanan menuju tasik menggunakan sepeda
motor dengan melewati jalan tanah bergambut. Sampai di pintu rimba,
melanjutkannya dengan jalan kaki, karena jalan papan yang sudah rusak.
”Sejak 2011 lalu, jalan papan menuju tasik ini tak bisa dilewati,
kondisinya rusak parah, makanya harus jalan kaki,” tutur Sofyan.
Jarak dari pintu rimba menuju tasik harus ditempuh sepanjang 5
kilometer dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, sejuknya hutan
dengan rimbunan pohon besar sangat menghibur para pengunjung. Di dalam
hutan ini, pengunjung bisa melihat berbagai jenis pohon raksasa
menjulang seperti Punak, Meranti, Mentangor, dan berbagai jenis tumbuhan
liar lainnya seperti Mengkuang atau pandan berduri, kantong semar serta
berbagai jenis tanaman lainnya.
Keeksotisan menuju tasik sudah terasa dari nikmatnya melihat
beraneka ragam tumbuhan hutan yang asri, serta mendengar berbagai jenis
suara binatang hutan khas hutan tropis yang damai. Meski jauh, jalan
kaki selama dua jam tak terasa. Keindahan ini makin terasa saat sudah
tiba . Hamparan danau dengan air berwarna merah khas gambut dikelilingi
pohon yang menjulang tinggi. “Indahnya, damai banget di sini,” ujar
salah seorang mahasiswa Pariwisata Bandung, berdecak kagum.
Di tasik ini, beberapa anak desa mandi bersama. Mereka asyik
menikmati sejuknya air tasik. Tak jarang juga, para pendatang
menghabiskan waktu liburan dengan memancing dan berenang di tasik yang
luasnya diperkirakan mencapai 200 hektare ini.
Menikmati keseluruhan tasik, kami pun menyusurinya menggunakan sampan
mesin berkapasitas 25 Pk yang dibuat warga sehari sebelumnya. Puas
mengelilingi selama 30 menit, jiwa serasa damai akibat sajian alam yang
indah, belum terusik tangan jahil. Bukan hanya itu saja, air tasik ini
juga bisa diminum. Bahkan, warga lokal menjadikannya sebagai air minum.
Di tengah tasik ini, ada daratan kecil yang oleh warga sekitar
disebut Pulau Pulai Beranyut. Disana ada tumbuh sebatang pohon pulau,
yang diyakini sebagai tuan Putri Puyu. Kononnya, pulau ini selalu
berpindah tempat. “Pulau itu dulunya selalu berubah posisi, terkadang
ada di sini, besoknya sudah pindah ke sana. Tapi sejak 10 tahun terakhir
ini, pulai beranyut sudah tidak pernah pindah lagi,” kata Hasan Ali,
warga Pulau Padang.
Sebagaimana tasik-tasik lain di Kepulauan Meranti, Tasik Putri Puyu
memiliki mitos dan pantang larang tersendiri. Misalnya, setiap
pengunjung dilarang beristirahat di akar pohon punak saat tengah hari.
Menurut kepercayaan warga, ada makluk halus yang dinamakan “hantu
keburu” yang menggantungkan tombaknya disana saat matahari tepat berada
di atas kepala. Dan jika tombak ini mengenai kita, akan menjadi penyakit
yang membawa petaka.
Selain itu, di tasik ini dilarang menangkap ikan menggunakan jaring,
jala ataupun sejenis alat tangkap massal lainnya. Warga hanya
diperbolehkan menggunakan pancing. Hal ini semacam bentuk kearifan lokal
yang bekembang secara turun temurun, untuk menjaga populasi ikan-ikan
yang mendiami tasik ini.
Kepala Prodi Manajemen Destinasi Pariwisata Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung, Trihayukningtiyas mengatakan, Tasik Putri Puyu cocok dijadikan
sebagai destinasi wisata alam di Meranti. Harusnya Pemkab menjadikannya
prioritas kalau mau menambah PAD dari sisi pariwisata.
“Jalan harus dibangun terlebih dulu. Namun, dalam pembangunannya
tidak menghilangkan kesan alami. Jika ini sudah dapat terbangun, maka
proses melengkapi fasilitas lainnya dapat disusul dan bernilai ekonomi
tanpa harus merusak alam,” jelas Tri.
Menurutnya, berbagai potensi wisata dapat dikembangkan dari tasik
ini, seperti membuat spot pancing, lokasi hiburan warga, kemudian
pengadaan sepeda air dan sampan wisata untuk menyusuri perairan tasik.
“200 hektare itu bukan main-main., sangat berpotensi. Apalagi keragaman
hayati di dalamnya kaya, bisa menjadi wisata edukasi juga,” tambahnya.
Posting Komentar